Lalu setelah ini kita akan terus bersama. Terserah bagaimana mereka akan memandang kita, atau bahkan menendang kita. Cukup kita yang tahu rasanya.
Kamis, 16 Juli 2015
selamat hari raya, nenek.
matanya yang indah, namun agak meredup. senyumnya yang manis dengan beberapa kerut wajah yang mulai sangat terlihat di umurmu yang senja. tanganmu yang melemas seakan selalu menceritakan, bahwa dari tangan itu lah, engkau membesarkan kedua orang tuaku hingga sekarang.
nenek, sosok wanita terhebat kedua yang pernah ku kenal selain ibu. kenapa begitu? karna dari semua cerita yang kudapat dari nenek, sekarang aku jadi mengerti, bagaimana perjuangan orang tuaku, keinginan orang tuaku, pun susahnya melahirkanku hingga membesarkanku sampai sekarang ini. singkat memang, sangat singkat perbincanganku dengan nenek. dulu, mungkin aku sering bercerita dengan nenek, tapi tidak sedewasa sekarang. saat aku mulai senang memiliki teman cerita seorang nenekku sendiri, mengerti hal-hal yang orang dewasa maksud, bercerita tanpa batas, layaknya dua orang dewasa yang saling bertukar pikiran, bukan sekedar seorang nenek yang menasihati cucunya yang bandel.
"kamu tuh ya, nggak kapok-kapok berantem terus sama ayahmu. kamu udah besar, qi. dengerin kalo ayahmu ngomong, jangan ngelawan. nenek tau, kamu merasa udah besar dan nggak mau dianggap anak kecil. tapi inget, orang besar yang sebenarnya itu orang yang bisa selalu menjadi anak-anak dihadapan orang tuanya." entah kapan kata-kata itu terlontar dari mulut nenek, tapi rasanya kata-kata itu selalu tertanam dipikiranku hingga detik ini. banyak sekali nasihat nenek yang selalu aku bantah dengan berkata "nenek nggak ngerti posisi aku kayak gimana, nenek nggak akan pernah ngerti." dan sekarang, aku yang merasa tidak pernah mengerti apa keinginan baik yang selama ini nenek berikan padaku.
nek, apa kabar disana? apakah indah? apakah seindah cerita tentang surga yang dahulu sering nenek ceritakan padaku? astaga, aku kangen nenek. kangen pada seseorang yang suka bertamu secara mendadak kerumahku, iya, nenek memang memiliki khas yang aneh. kangen cerita nenek tentang masa penjajahan, hingga cerita kenakalan orang tuaku. kangen nasihat nenek yang selalu kubantah dan kusesali hingga detik ini. kangen ciuman hangat di kedua pipiku yang selalu engkau lakukan saat aku hendak pulang dari setiap pertemuanku dengan nenek. aku ingat dulu, saat aku kecil aku selalu marah saat nenek akan mencium pipiku dengan alasan mulut nenek bau. tapi sekarang, aku sangat merindukan hal itu. jika bisa, aku ingin nenek melakukan itu tanpa henti berhari-hari.
selamat hari raya, nenek. aku selalu merinding, terkadang sampai meneteskan air mata diatas sajadahku saat aku mengingat bahwa tahun ini adalah hari raya pertamaku tanpa seorang nenek. seorang yang selalu menjadi prioritas utama keluarga kecilku saat hari raya datang, walau hanya sekedar berkunjung, meminta maaf dan berkumpul bersama keluarga ayah dirumah nenek. tapi sekarang, rasanya pasti berbeda. sebelumnya, kita semua berkumpul dan meminta maaf dihadapan nenek. mulai sekarang dan seterusnya, mungkin kita akan berkumpul di depan salah satu ribuan dari gundukan tanah yang terdapat dalam komplek pemakaman keluargaku di daerah parung. sedih memang jika mengingat setahun lalu, kita masih bisa berbuka puasa bersama dan bermaaf-maafan saat hari raya tiba. kini, semua hanya cerita semu dalam ingatanku. cerita yang selalu menjadi kenangan indah masa laluku bahwa aku pernah memiliki seorang nenek yang hebat dalam hidupku.
malam ini takbir baru saja berkumandang dirumahku, nek. insya allah, besok kita sekeluarga akan melaksanakan lebaran yang pertama kalinya tanpa nenek. nenek bahagia terus ya nek, besok insya allah, kita sekeluarga, ayah, ibu, om, tante dan cucu-cucu nenek akan berkumpul di rumah baru nenek. udah dulu ya nek, sampai bertemu besok ya. assalamualaikum☺
selamat hari raya, nenek.
Jumat, 10 Juli 2015
bukan aku, tapi kamu.
Satu minggu ditambah satu hari. Begitu singkat perkenalan kita, tapi ternyata semua telah melekat, termasuk cinta? Kamu tak percaya? Tentu saja. Kamu selalu tak percaya pada perasaanku. Kamu lebih memercayai persepsimu sendiri. Kamu menjunjung tinggi pengetahuanmu. Padahal, kalau boleh jujur, aku tak pernah berbohong jika berkata rindu yang bukan semu itu.Tiga hari setelah perpisahan kita. Semua begitu berbeda. Entah mengapa meskipun aku belum benar-benar mengenalmu, sudah lahir saja rindu yang sulit kuatasi. Aku mencari-cari kamu dengan menggunakan apapun. Aku mengharapkan beritamu mampir walaupun sekadar cerita atau mitos semata. Kudengar, kamu sakit, ya? Cepat sembuh, ya. Maaf jika aku tak berperan aktif untuk menyembuhkan sakitmu, karena kamu telah memutuskan kebersamaan kita dan tak lagi ingin melihat aku dalam tatapan matamu. Aku bertanya-tanya, apa salahku?Untuk Cahaya Penunjukku, aku kebingungan melawan resah dan kangen. Aku berusaha tak memikirkan kamu dan kenangan-kenangan kita dulu, tapi semakin kulawan; semakin kauhadir dan melekat. Perpisahan harusnya tak terlalu menghasilkan sakit karena perkenalan kita belum terjalin begitu lama. Aku hanya menyesal, mengapa semua yang kupikir akan berakhir bahagia malah berakhir secepat itu? Satu helaan napasku memburu, kucuri kamu dalam otakku. Kamu tetaplah bayang-bayang, menghamburkan harapan, kemudian menghempaskan.Aku melirik ke belakang, melihat dan mengingat apa saja yang pernah kita lakukan. Aku ingat ketika kamu memerhatikanku dengan baik dan peduli. Aku merekam segala rasa cemasmu ketika aku bercerita tentang wanita lain. Aku mengenang rangkulan dan gandengan tanganmu yang kurasakan pertama kali. Rasanya, aku tak cukup kuat untuk mengembalikan segalanya kembali seperti awal perkenalan kita.Aku menunggu saat kita bisa bertemu lagi, saling menumbuhkan rasa percaya juga cinta. Aku menunggu kamu datang, membawa pelukan juga rindu yang kaupendam. Mungkinkah kaupunya rindu sedalam dan seluas yang kusimpan? Mungkinkah kaupunya cinta dan sayang sekuat dan seindah yang kupunya? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Kamu begitu sulit kutebak, tapi aku mencintai segala teka-tekimu. Kamu hadir di saat yang tepat, saat aku membutuhkan perkenalan tanpa keribetan, saat aku menginginkan wanita humoris di sampingku. Aku menemukan sosok wanita idaman dalam dirimu, tapi sepertinya aku bukanlah sosok yang kauinginkan. Aku terlalu buruk untukmu. Aku tak ingin wajah cantkkmu bersanding dengan laki-laki serendah aku. Kamu terlalu sempurna untuk kugapai dan aku hanyalah si buruk rupa yang merindukan takdir indah.Sayang, aku menunggu kamu pulang. Kepulanganmu adalah kebahagiaan bagiku. Aku menunggu kamu berbalik arah dan kembali berjalan ke arahku. Aku mulai mencintaimu dan kurasa kamu juga begitu. Kamu selalu berkata cinta, mengucap rindu, dan tersenyum ke arahku dengan wajah manis. Cukupkah segala alasan itu menjadi dasar penilaiku, bahwa kaujuga mencintaiku? Memang terlalu tergesa-gesa menyebutnya cinta, tapi izinkan aku bilang bahwa cinta pun bisa datang bahkan tanpa aku meminta.Ketika berkenalan denganmu, aku tak minta banyak hal selain pertemanan. Tapi, kau membuka mataku dan mengecup manis anganku, hingga aku merasa nyaman jika berada di dekatmu. Jika perasaan itu makin tumbuh, salahkah aku? Maaf, jika aku terlalu berharap banyak. Maaf, jika aku tak bersikap sadar diri ataupun memilih pergi.Aku menunggumu sampai datang. Pulanglah, Sayang. Jangan pergi lagi. Aku menunggumu sampai waktu tak izinkan kita bersatu.
Rabu, 08 Juli 2015
tepat hari ini, enam belas bulan.
enam belas bulan, tidak terasa ya? aku masih merasa bahwa kemarin kita baru bertemu, pertemuan tak terduga enam belas bulan yang lalu. pendekatan kita memang tidak terlalu lama, awal pertemuan kita pun, saat itu, aku masih berada dalam genggaman tangan orang lain. oke, singkat kata singkat cerita: aku putus, sendiri, jomblo, ngenes, miris, sedih, galau.
mayang sari. iya, beberapa teman-teman sekelasku menyebut namanya seperti itu. seorang wanita lugu, pemalu dan pintar yang selalu tertutup di depan semua laki-laki. terutama pada kakak kelasnya, termasuk aku.
"bro, lo tau mayang sari?" tanya salah seorang temanku saat itu.
"tau, kenapa dia?" balasku, cuek.
"cakep nggak? gue lagi bman sama dia nih!"
"enggak, biasa aja." jawabku singkat saat itu.
hari berganti minggu, minggu berganti bulan. kemudian aku menjilat mentah-mentah ucapanku sendiri, aku mulai tertarik denganmu. aneh memang, perkenalan kita tidak sulit, hanya tidak sengaja bertemu, bercanda, ngobrol, lalu lengket. sampai detik ini pun kita masih tetap, lengket. hari itu: minggu, 09 maret 2014. kita menyempatkan waktu kita untuk sekedar berjalan-jalan dan bertukar pikiran bersama. di tempat ini, taman margasatwa ragunan. kebun binatang yang berisi banyak sekali hewan di daerah jakarta ini menjadi tempat yang sangat bersejarah dalam cerita kita. awalnya, aku hanya berfikir untuk sekedar berjalan dan menghabiskan waktu bersama. tapi entah, mengapa aku merasa bahagia, menggandeng tanganmu, berjalan disampingmu, untuk pertama kalinya. sore itu, kita saling mengaitkan kelingking kita sambil berjanji untuk mencoba menjalani semuanya bersama mulai hari ini: minggu, 09 maret 2014.
***
"kamu kalo pakai hijab, pasti keliatan makin cantik deh. mau coba endak?" tanyaku disela-sela percakapan chat bbm kita.
"mau sih, tapi belum siap ah." jawabmu singkat. memang, berhijab itu membutuhkan keputusan yang benar-benar mantap.
saat ini aku sedang berada di jogja, kota seribu kenangan. kota penuh cinta, dimana semua orang yang pernah sekali mendatangi pasti kelak akan rindu dan ingin sekali kembali kesini. astaga, gue kangen jogja;')
di jogja ini aku berlibur, sekalian publish buku pertamaku. iya, #SelaluSalah. pada nggak tau ya? yaudah gapapa, emang nggak penting kok. back to topic, beberapa hari kemudian aku pulang kembali ke kota kelahiranku, depok. kota kecil yang terbilang sangat cepat dalam pertumbuhan penduduknya. malam harinya, setelah beberapa minggu tak jumpa kita berjanji bertemu. seperti biasa, aku mengirim pesan bbm bahwa aku sudah sampai depan rumahmu. tapi, ada yang berbeda darimu, kain itu, kain yang menutupi rambutmu, menutupi sebagian auratmu, oh tuhan, kamu terlihat cantik sekali. sekali lagi, malam itu, aku kembali jatuh cinta padamu. pada dirimu yang baru, tentu saja, dengan dirimu yang mengenakan hijab itu.
"kenapa sih ngeliatnya gitu banget, jelek ya?" tanyamu sambil menutupi wajahku dengan tanganmu yang mungil.
"jelek? astaga, cuma orang bego yang bilang kamu jelek!" ucapku, masih tetap terpana melihat penampilanmu.
mulai dari malam itu, aku semakin jatuh cinta padamu karena allah. oke, ini serius.
***
pashmina, nama kain hijab panjang dan lebar dengan berbagai motif menarik yang dapat dikenakan dengan berbagai model. entah mulai kapan kamu mulai mengenakan pashmina itu, tapi aku melihat banyak sekali model-model baru yang selalu kamu kenakan ketika kita hendak pergi ke suatu tempat bersama. tentu saja, kamu terlihat cantik, sangat cantik. hingga sekarang, hari ini, saat kamu membaca tulisan ini. aku mohon, teruslah seperti ini, seindah ini, semanis ini. jangan berubah, jangan pernah.
***
jalan-jalan? oh iya, selama ini banyak sekali tempat-tempat yang telah kita kunjungi bersama, mulai dari yang modal nekat, sampai tempat yang bikin kita sampai kebawa mimpi. kita memang berbeda dari yang lain, berbeda sekali. dimana orang-orang menghabiskan waktu bersama di mall, kita malah asik bercanda di berbagai taman sekitar kota. dimana orang-orang sibuk pergi ke bioskop untuk menonton film, kita malah sibuk kesana-kesini cari tempat hunting untuk mengumpulkan kenangan. dimana orang-orang makan enak di solaria, mcd atau kfc, kita masih saja setia membeli pecel ayam buatan ibu yang entahlah siapa namanya itu. iya, kita berbeda dari yang lain.
enam belas bulan, banyak sekali kenangan yang jika di tulis, mungkin siang-malam pun belum selesai juga di selesaikan. tapi intinya, aku bahagia denganmu, bersamamu.
tetaplah bersamaku
jadi teman hidupku
berdua kita hadapi dunia
kau milikku milikmu
kita satukan tuju
bersama arungi derasnya waktu
bila di depan nanti
banyak cobaan untuk kisah cinta kita
jangan cepat menyerah
kau punya aku
ku punya kamu
selamanya akan begitu
love,
akunya kamu.
Senin, 06 Juli 2015
DENGER YA, BAR!
Denger ya! Aku tidak tau kenapa sudah seminggu kamu pergi, aku masih saja belum melupakanmu. Kamu pikir setelah seminggu aku akan lupa sama kamu? Memangnya aku amnesia apa? Mana aku juga masih terus bertanya-tanya. Kenapa. Kenapa. Kenapa. Pertama, kenapa juga kamu mesti pergi? Kenapa coba?
"Deb, aku ma pergi bareng temen-temen ya sabtu ini ke bromo, bareng teman-teman."
"Hah? Aku ikut kan?"
Kamu menggeleng saat itu. Aku langsung merasa dicampakkan. Bagaimana bisa, Bar? Semua orang juga tau di mana ada Debby, di situ ada Akbar. Kita tak terpisahkan. Mana aku sedang merencanakan liburan panjang ini, ya sebulan, kita akan berdua terus. Mungkin kita bisa jalan-jalan bareng, atau banyak mengobrol dengan keluarga masing-masing.
"Kenapa aku nggak kamu ajak, Bar?" Tanyaku antara sedih dan kesal.
"Ya, aku kan pengen banget j alan bareng temen-temen aku."
"Tanpa aku?"
"Bukannya aku nggak mau, Deb.. tapi.. kali ini.."
Kamu terdiam. Aku mulai menangis.
"Kamu selalu ajak aku, kenapa kali ini enggak, Bar?"
Kamu memeluk aku. "Kali ini, khusus aku dan teman-teman."
Saat itu aku coba mengingat jejeran teman kamu. Oke, ada Sandy, Tio, dan Rama.
"Sandy, Tio, dan Rama?"
Kamu mengangguk. "Ramalasane-rame kok, ada juga si Desi.."
What? Tunggu dulu. Ada Desi? Aku pikir ini "boys only" Akbar ini pergi bersama gerombolan teman-teman cowoknya. Tapi kok tiba-tiba dia menyebut nama Desi, sahabatku?
Aku langsung memotong ucapannya, "maksud kamu apa ajak-ajak Desi, tapi aku nggak diajak? Maksud kamu apa?"
"Ngg.. ya nggak ada maksud.."
"Nggak ada maksud? Kamu sengaja ya? Sengaja kasih tau ini supaya aku kesal? Apa kamu udah bosan sama aku? Mau putusin aku ya?" Teriakku.
Orang-orang mulai berkumpul dan berbisik-bisik. Lalu, nama teman-temannya yang tersebutkan tadi tampak dari kejauhan. Aku lihat sorot mata mereka yang seakan mengejek, seakan mengatakan aku bukan bagian dari tim.
"Deb.. denger dulu.."
"Cukup! Aku nggak mau dengar! Denger ya, Bar, aku tau maksud kamu!"
Aku lalu membalikkan badan dan berlari kencang. Pacarku baru saja memutuskanku.
"Deb, kamu kok drama gitu?" Desi berusaha memegang tanganku.
Aku mengibaskan peganganya dan memicingkan mata. "Jangan pura-pura deh, Des!"
"Debbyyyyyy!!!" Teriakmu.
Ngapain panggil-panggil aku? Fine, kamu mau pergi bareng teman-teman kamu. I GOT IT.
***
Aku ingin ikut terjun masuk ke liang lahat itu. Ingin bersatu denganmu. Tapi niat itu aku urungkan, Bar. Aku melihat mama kamu menangis meraung-raung. Masa aku lebih histeris dibanding ibumu sendiri? Apalagi kita sudah putus.
Tapi terus terang aku masih merasa bagian dari kamu. Ketika teman-teman datang memeluk dan mencium pipiku ikut berbela sungkawa, aku masih merasa jadi pacarmu.
Kenapa, Bar. Kenapa kamu mesti pergi. Bahkan sebelum kamu mencapai bromo. Mungkin kalau kamu menghilang, tidak ditemukan jasad kamu, aku bisa bilang kamu menghilang di tengah misteriusnya kawah bromo. Seperti layaknya pendaki atau penjelajah yang gagah berani. Tapi kamu meninggal sebelum pergi. Kamu terjatuh dari motor, dalam perjalananmu ke rumah Desi.. uh, ya, Desi. Mungkin itu alasan aku tidak akan ikut terjun ke liang lahat itu dan aku berusaha tegar karena nama perempuan sahabat. Eh, mantan sahabatku itu. Aku lalu terburu-buru menghapus air mataku dan meninggalkan kamu sendiri di kegelapan abadi. Kamu pantas untuk itu!
***
Kriiing... Kringgg..
Klik!
Aku mematikan setiap panggilan telepon yang datang dari Desi, entah itu nomor HP Desi atau nomor telepon rumah Desi. Tidaklah cukup ia merebut pacar orang? Tidak cukupkah dia menyakiti hatiku? Sudah puaskah dia sekarang karena tidak satu pun yang berhasil mendapatkannya? Mungkin tuhan mendengar rintihanku, cowokku itu diambil sebelum berlama-lama direbut orang yang kupercaya, sahabatku sendiri.
Debby, gw pgn ngmng. Ngomong apa lagj yang mau diomongin?
Aku tidak membalas sms itu. Eh dia melanjutkan dengan pesan: penting bgt!
Penting, penting. Apa yang lebih penting dibandingkan hatiku yang patah. Oh, bukan sekedar patah, tapi berkeping-keping. Hancur. Hilang. Habis. Hampa.
Bayangkan. Setiap pagu sejak kami jadian setahun lalu, Akbar menjemputku dengan motor satra merah biru kebanggaannya. Setiap hari ia bersamaku, mengantar-jemput, ke sekolah, ke les fisika, ke pensi, ke mana-mana. Aku dan Akbar, tidak terpisahkan. Sampai kejadian sore itu, saat dia menyebutkan nama teman-temannya, plus nama Desi. Bayangkan, nama Desi disebut. Desi diajak ke bromo dan aku yang, tolong catat: ceweknya, tidak. Desi memang musuh dalam selimut. Pura-pura bilang Akbar cowok paling oke buat aku dan mau dengerin curhatanku. Huh!
Sejak itu, hariku berubah. Ketika Akbar datang dengan motor kebanggaannya, aku tidak keluar. AKu tau itu cowok yang berani menghianatiku dengan mengajak sahabtku pergi jalan-jalan. Lalu siangnya, Akbar tidak mengajaku pulang, cukup jelas bukan? Dia juga tidam muncul di depan pagar rumahku. Dan, sejak itu kegiatan rutin bersekolahku jadi total berbeda. Cukup dua hari begitu, aku pun meliburkan diri. Biarin aja. Liburan tinggal beberapa hari lagi. Ya, liburan semester yang panjang dimana Akbar mengajak Desi. Apa lagi yang lebih penting dari itu?
***
Denger ya, Bar. Air mata aku habis terkuras. Kenapa aku masih menangisi kamu, sementara kamu, sementara kamu sudah tidak mendengar. Karena cuma itu yang bisa melegakan diriku. Aku tentu saja nggak bisa mendatangi nisanmu setiap hari dan menaburkan bunga. Berlebihan bukan? Oh, mungkin ritual itu sudah dilakukan Desi, bukan?
"Debby, kamu masih juga betah di kamar, sayang?"
Aku menengok. Mama.
"Mama nggak bisa ketok pintu dulu?" Tanyaku kesal.
"Tadi mama ketok berulang kali tapi kamu nggak dengar."
Mungkin, Bar. Kupingku jadi budeg, karena otakku cuma memikirkan kamu! Ngapain coba?
"Maaf ma."
"Liburan kok nggak jalan-jalan?"
Terima kasih ma, untuk mengingatkan. Liburan yang menyedihkan. Pertama, oh mungkin mama belum tau yang pertama soal Akbar, soal Akbar mengajak Desi ke bromo. Yang kedua, mama tentu tau soal Akbar meninggal. Aku bergumam hati.
Mama menarik napas panjang lalu menjulurkan tangan kanannya, menyerahkan amplop biru.
"Barusan Desi datang kasih ini."
Aku menatap mama kesal. "Kan Debby sudah bilang, Desi bukan lagi sahabat Debby. Dia itu musuh terbesar. Oke, in case mama nggak tau. Desi ngerebut cowok Debby, Akbar. Egois! Tuhan mungkin tau Debby sedih banget, jadi Akbar diambil nyawanya."
"Debby!" Mama membentak. Aku berlinang air mata.
"Siapa yang egois? Desi? Mungkin ada baiknya kamu berlama-lama di kamar ini . Biar kamu sadar apa yang kamu ucapkan atau lakukan ke mama, atau yang lebih penting ke sahabtmu. Desi."
"Desi bukan sahabtku!" Sahutku membenarkan diri.
"Terserah, tapi Desi datang pun cuma menyampaikan amplop ini. Amanah ini."
Mama meletakkan amplop biru persegi diatas tempat tidurku dan menbalik badan meninggalkan kamarku tanpa bersuara. Aku memandang amplop itu. Uh, buang saja! Paling dari Desi, tapi pura-pura dari orang lain. Paling dia mau berpanjang-panjang minta maaf. Buktinya dia sudah berhasil meracuni otak mama. No away!
Saat aku meraih amplop itu dan hendak menyobek-nyobeknya.. terlihat tulisan: Debby.. hm.. sepertinya tulisan.. masa iya? Aku langsung lemas. Aku mengumpulkan sisa tenaga membukanya dengan gemetar..
Debby,
Terkadang cinta membutuhkan sendiri
Waktu hampa untuk menyadari
Rasa dalam hati
Sore itu Debby,
Aku menyadari hari-hari
Bersamamu dari pagi, sore, hingfa pagi lagi
Kamu dan aku kesana kemari
Berdua, lengket, layaknya sejoli
Aku membutuhkan aku, ya diriku sendiri
Menyepi, oh mungkin tidak sendiri
Tapi bersama teman-teman lain yang terlupakn untuk disyukuri
Bahwa mereka ada di bumi ini
Bukan cuma ada aku dan kamu: Akbar-Debby
Ada Sandy, Tio, Rama. Bukan cuma Desi, ada Diah dan Rini
Banyaknya! Manusia-manusia di sekeliling ini
Berkumpul bersama mereka nanti
Menikmati kebersamaan, hingga puas berkreasi
Menelaah hidup warna-warni
(Aku nggak pinter bikin puisi, Debby. Aku nggak tau caranya. Inget! Aku bukan mengusirmu pergi, tapi justru membawamu dalam hati setiap ruang sendi. Pacaran nggak berarti aku harus "mati" kan? Pacaran nggak berarti kita egois, "Dunia ini milik kita berdua, yang lain mengontrak." Hehehe.. seyum dong, Deb :) aku juga punya teman-teman, aku i ingin berkegiatan. Berilah aku ruang untuk bersama teman-teman aku, Debby. Sendiri. Lalu kembali, rindu padamu. Melebur bersamamu lagi. Bersatu kembali, dalam satu hati :)
Love,
Akbar.
Minggu, 05 Juli 2015
CINTA CINTA CINTA
oh.. how i love friday. and you.
kalau kangen itu diumpamakan benda, apa ya? hmm.. kwaci? ingin, lagi dan lagi. asin di bibir.
oh apa kangen itu blackberry? beli mahal-mahal, seringnya error atau gak ada sinyal, kadang dibanting, dan bisa hilang. harus ada kalau gak dicari.
ah apa kangen itu bantal ya? terlena, terkena iler sampai mimpi.
bisa jadi kangen itu kursi. diduduki. menahan beban diri.
mungkin juga kangen itu kopi. hitam, pekat, candu, terjaga malam-pagi.
ah, atau kangen itu rokok? susah berhenti?
the color of love is blue. blue valentine.
lelah aku. di dadamu. kutinggal disitu.
kamu. jangan cemburu. mereka.bisa memintaku. tapi aku di genggamanmu. jangan lepas aku.
aku. diulang: aku. yang kamu mau. pejamkan mata dan kau rasa pilu. menerawangku.
kamu di angan rindu. terekam langit syahdu.
i love you.
i love you.
i love you.
Langganan:
Postingan (Atom)